Nama : Ida Nurhaida
NPM : 13212550
Kelas : 2EA03
FAKULTAS EKONOMI / MANAJEMEN
UNIVERSITAS GUNADARMA
2014
Disusun Oleh :
Nama : Ida Nurhaida
NPM : 13212550
Kelas : 2EA03
DALAM RANGKA TUGAS SOFTSKILL DAN
MEMENUHI SYARAT DALAM BIDANG STUDY PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
FAKULTAS EKONOMI / MANAJEMEN
UNIVERSITAS GUNADARMA
2014
“Hiduplah
seperti pohon kayu yang lebat buahnya
Hidup
di tepi jalan …
dan
dilempari orang dengan batu,
Tetapi
dibalas dengan buah “
-Abu
Bakar Sibli-
“Pahlawan
bukanlah orang yang berani menetakkan pedangnya ke pundak
lawan,
tetapi pahlawan sebenarnya ialah orang yang sanggup menguasai dirinya dikala ia
marah”
-Nabi
Muhammad Saw-
Puji
serta syukur segala muara pujian hanya pantas terhatur pada Allah SWT atas
segala rahmat dan inayah-Nya. Alhamdulilah akhirnya penulis dapat menyelesaikan
penulisan karya ilmiah yang bejudul “Ketahanan Pangan Nasional Beras” .
Penulisan
karya ilmiah ini, bertujuan untuk memenuhi tugas softskill Pendidikan
Kewarganegaraan. Karya ilmiah ini di susun berdasarkan hasil analisis data dari
referensi-referensi buku Pendidikan Kewarganegaraan yang saya baca tentang
“Ketahanan Pangan Nasional Indonesia”.
Selesainya
karya ilmiah ini tidak terlepas dari peranan dan bimbingan, baik dari pihak
Universitas maupun pihak Dosen. Adapun tak lupa kami mengucapkan terima kasih
kepada Bapak Djumharjinis, selaku Dosen pembimbing dalam mata kuliah Pendidikan
Kewarganegaraan yang memberikan tugas ini sehingga kami selaku mahasiswa/i
dapat mempelajari cara penulisan Ilmiah yang akan kami lakukan di semester 6
nanti.
Saya
mengharapkan masukan atau saran sebagai upaya agar karya ilmiah ini dapat
tersusun lebih sempurna dari sebelumnya.
Akhir
kata, semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi generasi muda yang akan
datang.
Depok, April 2014
Ida Nurhaida
Halaman
Kata
Mutiara .....................................................................................................................................xi
Kata
Pengantar................................................................................................,.....................vi
Daftar
Isi .....................................................................................................................vii
BAB
I Pendahuluan .......................................................................................................1
1.1
Latar Belakang ...........................................................................................1
1.2
Alasan Pemilihan Judul ................................................................................1
1.3 Rumusan Masalah ........................................................................................3
1.4 Tujuan Penelitian .................................................................................. .......4
1.5 Manfaat Penelitian.........................................................................................4
1.6 Sistematika Penulisan.....................................................................................4
BAB
II Landasan Teori ..................................................................................................6
2.1
Pengertian Ketahanan Nasional ...................................................................6
2.2
Macam – Macam Ketahanan Nasional .......................................................6
2.3
Pengertian Ketahanan Pangan ...................................................................
8
2.4
Aspek Ketahanan Pangan ..........................................................................9
BAB
III Metode Penelitian ...........................................................................................11
3.1
Objek Penelitian ........................................................................................11
3.2
Metode dan Prosedur Pengumpulan Data ..................................................11
BAB
IV Pembahasan ...................................................................................................13
4.1
Kondisi Ketahanan Pangan di Indonesia ....................................................13
4.2
Indonesia masih mengimpor beras dari Luar Negeri?17 .............................16
4.3
Peran Pemerintah dalam memajukan Ketahanan Pangan ...........................20
BAB
V Penutup ..........................................................................................................24
5.1
Kesimpulan ..............................................................................................24
5.2
Saran .......................................................................................................24
Daftar
Pustaka ............................................................................................................25
INDEKS
....................................................................................................................26
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Terbentuknya
negara Indonesia dilatar belakangi oleh perjuangan seluruh bangsa. Sudah sejak
lama Indonesia menjadi incaran banyak negara atau bangsa lain, karena
potensinya yang besar dilihat dari wilayahnya yang luas dengan kekayaan alam
yang banyak. Kenyataannya ancaman datang tidak hanya dari luar, tetapi juga
dari dalam. Terbukti, setelah perjuangan bangsa tercapai dengan terbentuknya
NKRI, ancaman dan gangguan dari dalam juga timbul, dari yang bersifat kegiatan fisik
sampai yang idiologis.
Meski
demikian, bangsa Indonesia memegang satu komitmen bersama untuk tegaknya negara
kesatuan Indonesia. Dorongan kesadaran bangsa yang dipengaruhi kondisi dan
letak geografis dengan dihadapkan pada lingkungan dunia yang serba berubah akan
memberikan motivasi dlam menciptakan suasana damai yang nyaman untuk di
tinggali oleh umat manusia di seluruh dunia.
1.2 Alasan Pemilihan Judul
Mempertahankan
keamanan merupakan kondisi sebagai prasyarat utama bagi semuanegara baik negara
yang berkembang maupun negara maju agar keamanan dalam negerinya dapat
diciptakan serta membantu dalam menjaga keamanan dunia internasional. Semua itu
difokuskan untuk mempertahankan kelangsungan hidup dan mengembangkan kehidupan.
Tidak hanya untuk pertahanan, tetapi juga untuk menghadapi dan mengatasi
tantangan, ancaman dan gangguan, baik yang datang dari luar maupun dari dalam,
baik secara langsung maupun tidak langsung.
Pembangunan
pertahanan dan keamanan nasional secara keseluruhan harus dikaitkan dengan pembangunan
dalam bidang kesejahteraan sedemikian rupa sehingga merupakan bagian integral
dari pembangunan nasional. Setiap investasi harus menunjukkan kemanfaatan yang
nyata dalam hubung¬annya dengan pencapaian tujuan atau sasaran, serta harus
memiliki waktu kegunaan yang cukup panjang. Suatu kegu¬naan tambahan hendaknya
diusahakan apabila mungkin. Meskipun pertahanan dan keamanan nasional merupakan
suatu upaya yang tidak bisa diabaikan, prioritas pembangunan nasional akan
harus diletakkan pada pembangunan bidang kesejahteraan, sehingga alokasi sumber
daya nasional juga akan harus mengutamakan yang terakhir ini. Upaya perta¬hanan
dan keamanan harus menyesuaikan segenap rencana-¬rencananya dengan sumber yang
disediakan untuknya, dan kemampuan kemampuan harus dibangun dengan menetapkan
sasaran-sasaran yang harus dicapai secara bertahap.
Prinsip
ekonomi perlu diterapkan sebaik mungkin dalam usaha pertahanan dan keamanan, di
samping itu efektivitas untuk menghadapi keadaan darurat harus tetap terjamin.
Dalamkeadaan aman dan damai dipelihara kekuatan perta¬hanan dan keamanan yang
relatif kecil tetapi efisien, yang dalam keadaan darurat harus dapat
dikembangkan dengan cepat. Keperluan akankemampuan pengembangan kekuatan ini
menghendaki agar dirumuskan suatu sistem cadangan, yang mencakup kekuatan
lapangan beserta segenap unsur, sarana dan sumber daya yang diperlukan untuk
mendukung¬nya
Sejak
merdeka Negara Indonesia tidak luput dari gejolak dan ancaman yang membahayakan
kelangsungan hidup bangsa. Terutama mempertahankan ketahanan nasional dalam hal
kebutuhan ekonomi yang termasuk didalamnya ketahanan pangan. Ditinjau dari
geopolitik dan geostrategi dengan posisi geografis, sumber daya alam dan jumlah
serta kemampuan penduduk telah menempatkan Indonesia menjadi ajang persaingan
kepentingan dan perebutan pengaruh antar Negara besar. Hal ini, secara langsung
maupun tidak langsung memberikan dampak negative terhadap segenap aspek
kehidupan sehingga dapat mempengaruhi dan membahayakan kelangsungan hidup dan
eksistensi NKRI. Untuk itu bangsa Indonesia harus meiliki keuletan dan
ketangguhan yang mengandung kemampuan mengembangkan kekuatan nasional sehingga
berhasil mengatasi setiap bentuk tantangan, ancaman, hambatan dan gangguan dari
manapun datangnya.
Pangan
merupakan kebutuhan mendasar bagi manusia untuk dapat mempertahankan hidup dan
karenanya kecukupan pangan bagi setiap orang setiap waktu merupakan hak azasi
yang layak dipenuhi. Berdasar kenyataan tersebut masalah pemenuhan kebutuhan
pangan bagi seluruh penduduk setiap saat di suatu wilayah menjadi sasaran utama
kebijakan pangan bagi pemerintahan suatu negara. Indonesia sebagai negara
dengan jumlah penduduk yang besar menghadapi tantangan yang sangat kompleks
dalam memenuhi kebutuhan pangan penduduknya. Ketahahan pangan merupakan bagian
dari ketahahan ekonomi nasional yang berdampak besar pada seluruh warga negara
yang ada dalam Indonesia. Dalam hal ketahanan pangan, bukan hanya sebatas pada
sesuatu yang dianggap mudah dan ia memiliki pengaruh besar terhadap
pertahahanan keamanan. Pertahanan pangan merupakan salah satu hal yang
mendukung dalam mempertahankan pertahahanan keamanan, bukan hanya sebagai
komoditi yang memiliki fungsi ekonomi, akan tetapi merupakan komoditi yang
memiliki fungsi sosial dan politik, baik nasional maupun global. Untuk itulah,
ketahahan pangan dapat mempunyai pengaruh yang penting pula agar pertahanan
keamanan dapat diciptakan.
1.3 Rumusan Masalah
Dalam
Penulisan kali ini saya akan membahas Ketahanan Pangan Nasional Beras dengan
mengacu pada aspek Ketahanan Pangan Indonesia dengan rumusan masalah sebagai
berikut :
1. Bagaimanankah kondisi ketahahan pangan di
Indonesia saat ini?
2. Bagaimana hubungan ketahanan pangan dalam
rangka menciptakan
ketahahanan
keamanan nasional bangsa?
3. Analisis Dampak Lemahnya Ketahanan Pangan
Terhadap Pertahanan dan Keamanan
4. Peran apa yang dilakukan Pemerintah dalam memperkuat
pertahanan pangan nasional?
1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan penulisan ditujukan untuk mencari tujuan dari
dibahasnya pembahasan atas rumusan masalah dalam penulisan . Ada pun tujuan
penulisan , sebagai berikut :
1. Untuk
mengetahui pengertian dari ketahanan pangan.
2. Untuk
mengetahui strategi dalam upaya pembangunan ketahanan pangan.
3. Untuk
mengetahui aspek-aspek yang berkaitan dengan permasalahan dan tantangan yang
dihadapi oleh pemerintah dalam mencapai ketahanan pangan.
4. Untuk
mengetahui program dalam upaya ketahanan pangan.
1.5 Manfaat Penelitian
1. Mahasiswa dapat Mengerti bagaimana
Startegi yang tepat untuk mencapai swasembada pangan
2. Mahasiswa dapat mengetahui proses atau
cara untuk kembali menstabilkan kondisi sektor pertanian.
3. Mahasiswa dapat Mengetahui tingkat
kestabilan harga pangan di indonesia
1.6 Sistematika
Penulisan
1. BAB I Pendahuluan
a. Latar
Belakang
b. Alasan
Pemilihan Judul
c. Rumusan
Masalah
d. Tujuan
Penelitian
e. Manfaat
Penelitian
f. Sistematika
Penulisan
2. BAB II Landasan Teori
a. Pengertian
Ketahanan Nasional
b. Macam-macam
Ketahanan Nasional
c. Pengertian
Ketahanan Pangan
d. Aspek
Ketahanan Pangan
3. BAB III Metode Penelitian
a. Objek
Penelitian
b. Metode
dan Prosedur Pengumpulan Data
4. BAB IV Pembahasan
a. Kondisi
Ketahanan Pangan di Indonesia
b. Mengapa
Indonesia Masih Mengimpor Beras Dari Luar Negeri?
c. Apa
Peran Pemerintah dalam Memajukan Pertahanan Pangan?
5 BAB V Penutup
a. Kesimpulan
b. Saran
BAB
II
LANDASAN
TEORI
2.1 Pengertian Ketahanan Nasional
Ketahanan
Nasional adalah keteguhan hati, ketabahan dari kesatuan dalam mempearjuangkan
kepentingan nasional suatu bangsa yang telah menegara. Ketahanan Nasional
merupakan kodisi dinamik suatu bangsa, berisi keuletan dan ketangguhan yang
mengandung kemampuan mengembangkan kekuatan nasional, di dalam menghadapi dan
mengatasi segala tantangan, yang langsung dan tidak langsung membahayakan
integritas, identitas, dan kelangsungan hidup bangsa dan negara serta
perjuangan mengejar tujuan nasionalnya. Ketahanan Nasional pada hakekatnya
merupakan konsepsi di dalam pengetahuan dan penyelenggaraan kesejahteraan dan
keamanan dalam kehidupan nasional.
2.2 Macam-macam Ketahanan Nasional
Perwujudan
ketahanan nasional terbagi :
1.
Perwujudan Ketahanan Nasional Indonesia dalam Trigatra, terbagi menjadi :
a.
Aspek lokasi dan posisi Geografis Wilayah Indonesia
b.
Aspek Keadaan dan Sumber-sumber Kekayaaan Alam
c.
Aspek Penduduk
2.
Perwujudan Ketahanan Nasional dalam Pancagatra, terbagi menjadi :
a.
Ketahanan Nasional Dalam Bidang Ideologi
b.
Ketahanan Nasional Dalam Bidang Politik
c.
Ketahanan Nasional di Bidang Ekonomi
d.
Ketahanan nasional dibidang sosial budaya
e.
Ketahanan nasional dibidang pertahanan keamanan
Ketahanan
nasional meliputi ketahanan ideologi, ketahanan politik, ketahanan ekonomi,
ketahanan sosial budaya dan ketahanan pertahanan keamanan
- Ketahanan ideologi adalah kondisi mental
bangsa Indonesia yang berlandaskan keyakinan akan kebenaran ideologi pancasila
yang mengandung kemampuan untuk menggalan dan memelihara persatuan dan kesatuan
nasional dan kemampuan untuk menangkal penetrasi ideologi asing serta nilai -
nilai yang tidak sesuai dengan kepribadian bangsa.
- Ketahanan politik adalah kondisi
kehidupan politik bangsa yang berlandaskan demokrasi politik berdasarkan
pancasila dan UUD 1945, mengandung kemampuan stabilitas politik yang sehat dan
dinamis serta kemampuan menerapkan politik luar negeri yang bebas aktif.
- Ketahanan ekonomi adalah kondisi
kehidupan perekonomian bangsa yang berlandaskan demokrasi ekonomi berdasarkan
pancasila, yang mengandung kemampuan memelihara stabilitas ekonomi yang sehat
dan dnamis serta kemampuan menciptakan kemandirian ekonomi dengan daya saing
yang tinggi dan mewujudkan kemakmuran rakyat yang adil dan merata.
- Ketahanan nasional budaya adalah kondisi
kehidupan sosial budaya bangsa yang dijiwai kepribadian nasional berdasarkan
pancasila, yang mengandung kemampuan membentuk dan mengembangkan kehidupan
sosial budaya manusia dan masyarakat indonesia yang beriman dan bertakwa
terhadap Tuhan Yang Maha Esa, rukun, bersatu, cinta tanah air, berkualitas,
maju, dan sejahtera dalam kehidupan yang serba selaras, serasi, dan seimbang
serta kemampuan menangkal penetrasi budaya asing yang tidak sesuai dengan
kebudayaan nasional.
- Ketahanan pertahanan keamanan adalah
kondisi daya tangkal bangsa yang dilandasi kesadaran bela negara seluruh rakyat
yang mengandung kemauan memelihara stabilitas pertahanan keamanan negara yang
dinamis, mengamankan pembangunan dan hasil – hasilnya, serta kemampuan
mempertahankan kedaulatan negara dan menagkal segala bentuk ancaman.
2.3 Pengertian Ketahanan Pangan
Undang-undang
No.7 Tahun 1996 tentang Pangan, mengartikan ketahanan pangan sebagai : kondisi
terpenuhinya pangan bagi setiap rumah tangga, yang tercermin dari tersedianya
pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata, dan terjangkau.
Pengertian mengenai ketahanan pangan tersebut mencakup aspek makro, yaitu
tersedianya pangan yang cukup; dan sekaligus aspek mikro, yaitu terpenuhinya
kebutuhan pangan setiap rumah tangga untuk menjalani hidup yang sehat dan
aktif.
Pada
tingkat nasional, ketahanan pangan diartikan sebagai kemampuan suatu bangsa
untuk menjamin seluruh penduduknya memperoleh pangan yang cukup, mutu yang
layak, aman; dan didasarkan pada optimalisasi pemanfaatan dan berbasis pada
keragaman sumber daya lokal.
Ketahanan
pangan merupakan pilar bagi pembangunan sektor-sektor lainnya. Hal ini
dipandang strategis karena tidak ada negara yang mampu membangun perekonomian
tanpa menyelesaikan terlebih dahulu masalah pangannya.
Di
Indonesia, sektor pangan merupakan sektor penentu tingkat kesejahteraan karena
sebagian besar penduduk yang bekerja on-farm untuk yang berada di daerah
pedesaan dan untuk di daerah perkotaan, masih banyak juga penduduk yang
menghabiskan pendapatannya untuk konsumsi.
Memperhatikan
hal tersebut, kemandirian pangan merupakan syarat mutlak bagi ketahanan
nasional. Salah satu langkah strategis untuk memelihara ketahanan nasional
adalah melalui upaya mewujudkan kemandirian pangan.
2.4 Aspek Ketahanan Pangan
Berdasarkan
definisi ketahanan pangan dari FAO (1996) dan UU RI No. 7 tahun 1996 yang
mengadopsi definisi dari FAO, ada 4 aspek yang harus dipenuhi untuk mencapai
kondisi ketahanan pangan yaitu :
1.
Aspek ketersediaan pangan (Food
Availability) : yaitu ketersediaan pangan dalam jumlah yang cukup aman dan
bergizi untuk semua orang dalam suatu negara baik yang berasal dari produksi
sendiri, impor, cadangan pangan maupun bantuan pangan. Ketersediaan pangan ini
diharapkan mampu mencukupi pangan yang didefinisikan sebagai jumlah kalori yang
dibutuhkan untuk kehidupan yang aktif dan sehat.
2. Aspek
Akses Pangan (Food Acces) : yaitu kemampuan semua rumah tangga dan individu
dengan sumberdaya yang dimiliki untuk memperoleh pangan yang cukup untuk
kebutuhan gizinya yang dapat diperoleh dari produksi pangannya sendiri,
pembelian atupun melalui bantuan pangan. Akses rumah tangga dari individu
terdiri dari akses ekonomi, fisik dan social. Akses ekonomi tergantung pada,
pendapatan, kesempatan kerja dan harga. Akses fisik menyangkut tingkat isolasi
daerah (sarana dan prasarana distribusi), sedangkan akses social menyangkut
tentang referensi pangan.
3.
Aspek Penyerapan Pangan (Food
Utilazation) : yaitu penggunaan pangan untuk kebutuhan hidup sehat yang
meliputi kebutuhan energi dan gizi, air dan kesehatan lingkungan. Efektifitas
dari penyerapan pangan tergantung pada pengetahuan rumah tangga/individu
sanitasi dan ketersediaan air, fasilitas kesehatan, serta penyuluahan gizi dan
pemeliharaan balita. Penyerapan pangan / konsumsi terkait dengan kualitas dan
keamanan jenis pangan yang dikonsumsi untuk memenuhi kebutuhan gizi. Ukuran
kualitas pangan seperti ini sulit dilakukan karena melibatkan berbagai jenis
makanan dengan kandungan gizi yang berbeda-beda, sehingga ukuran keamanan hanya
dilihat dari ada atau tidaknya bahan makanan yang mengandung protein hewani
dan/atau nabati yang dikonsumsi dalam rumah tangga.
4. Aspek
Stabilitas : merupakan dimensi waktu dari ketahanan pangan yang terbagi dalam
kerawanan pangan kronis dan kerawanan pangan sementara. Kerawanan pangan kronis
adalah ketidakmampuan untuk memperoleh kebutuhan pangan setiap saat, sedangkan
kerawanan pangan sementara adalah kerawanan pangan yang terjadi sementara yang
diakibatkan Karena masalah kekeringan, banjir, bencana, maupun konflik social.
Jika dilihat di tingkat rumah tangga
diukur berdasarkan kecukupan ketersediaan pangan dan frekwensi makan anggota
rumah tangga. Satu rumah tangga dikatakan memiliki stabilitas ketersediaan
pangan jika mempunyai ketersediaan pangan di atas cutting point (240 hari untuk
provinsi lampung dan 360 hari untuk Provinsi NTT) dan anggota rumah tangga dan
makan 3 (tiga) kali sehari sesuai dengan kebiasaan makan penduduk di daerah
tersebut. Dengan asusmsi di daerah tertentu masyarakat mempunyai kebiasaan
makan 3 (tiga) kali sehari. Frekwensi makan sebenarnya dapat menggambarkan
keberlanjutan ketersediaan pangan dalam rumah tangga. Dalam satu rumah tangga,
salah satu cara untuk mempertahankan ketersediaan pangan daam jangka waktu
tertentu adalah mengurangi frekwensi makan atau mengkominasikan bahan makanan
pokok misal (beras dengan umbi kayu)Apabila salah satu aspek tersebut tidak
terpenuhi maka suatu Negara belum dapat dikatakan mempunyai ketahanan pangan
yang cukup baik. Walaupun pangan tersedia cukup di tingkat nasional dan
regional, tetapi jika akses individu untuk memenuhi pangannya tidak merata,
maka ketahan pangan masih dikatakan rapuh.
BAB
III
METODE
PENELITIAN
Penelitian
ini bersifat kualitatif, dan metode yang digunakan bertipe deskriptif analisis
yaitu berupa persoalan suatu fenomena untuk sampai pada suatu langkah-langkah
dalam mengatasi fenomena yang menjadi pokok permasalahan dan menggambarkan
reaksi atau tindakan pemerintah terhadap permasalahan.
3.1 Objek Penelitian
Objek
yang penulis pilih ini adalah tentang Ketahanan Nasional dalam Bidang Pangan
yang mencakup definisinya, aspek-aspek, dan permasalahan yang terjadi seperti
meningkatnya jumlah/populasi penduduk sehingga meningkatnya pula impor beras
untuk memenuhi kebutuhan pangan di Indonesia. Kenyataan bahwa penduduk
Indonesia yang 220 juta orang hampir semuanya pemakan nasi. Jadi, apabila kita
selalu menggantungkan diri pada impor beras, bila terjadi fluktuasi di pasar
beras internasional bisa memunculkan masalah serius bagi seluruh rakyat
Indonesia.
Masalah
pengadaan pangan pokok harus selalu dikaitkan dengan aspek ketahanan pangan.
Untuk itu yang perlu dicermati tak hanya masalah produksi, tetapi harga gabah,
kemudahan kredit, kebijakan impor, dan penyelundupan. Badan Bimas dan Ketahanan
Pangan Deptan mempunyai tugas berat untuk mengamankan ketahanan pangan.
3.2 Metode dan Prosedur Pengumpulan Data
Penelitian
ini adalah penelitian literature / buku yang biasa disebut dengan riset
pustaka. Adapun mengenai metode yang diterapkan dalam memahami studi khasus
tentang kajian ketahanan nasional di bidang budaya, dan selanjutnya penulis
akan menganalisa dari data-data yang diperoleh dari sumber informasi, baik itu
buku refrensi, media massa / surat kabar, maupun melalui internet yang
menunjang penulis untuk dapat menganalisa isu yang ada.
BAB
IV
PEMBAHASAN
4.1 Kondisi Ketahanan Pangan di Indonesia
Program
ketahanan pangan telah dilakukan sejak zaman Presiden Soekarno dengan Program
Berdikari, begitu pula zaman Presiden Soeharto dikenal dengan Program
Swasembada Pangan. Sehingga dapat dikatakan bahwa ada usaha yang cukup berperan
dalam meningkatkan upaya ketahanan pangan di Indonesia.
Indonesia
sempat dikenal sebagai negara dunia ketiga yang sukses dalam swasembada pangan,
dan bahkan pernah mendapatkan penghargaan dari FAO. Di penghujung tahun
1980-an, Bank Dunia memuji keberhasilan Indonesia dalam mengurangi angka
kemiskinan yang patut menjadi contoh bagi negara-negara sedang berkembang
(World Bank,1990). Namun prestasi ini tidak berlangsung lama dapat
dipertahankan.
Kondisi
saat ini, pemenuhan pangan sebagai hak dasar masih merupakan salah satu
permasalahan mendasar dari permasalahan kemiskinan di Indoensia. Rencana
Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2004-2009 menggambarkan masih terbatasnya
kecukupan dan mutu pangan, yaitu belum terpenuhinya pangan yang layak dan
memenuhi syarat gizi bagi masyarakat miskin, rendahnya kemampuan daya beli, masih
rentannya stabilitas ketersediaan pangan secara merata dan harga yang
terjangkau, masih ketergantungan yang tinggi terhadap makanan pokok beras,
kurangnya diversifikasi pangan, belum efisiensiennya proses produksi pangan
serta rendahnya harga jual yang diterima petani, masih ketergantungan terhadap
import pangan.
Padahal
ketahanan pangan bukan hanya sebagai komoditi yang memiliki fungsi ekonomi,
akan tetapi merupakan komoditi yang memiliki fungsi sosial dan politik, baik
nasional maupun global. Permasalahan utama yang dihadapi dalam mewujudkan
ketahanan pangan di Indonesia saat ini adalah bahwa pertumbuhan permintaan
pangan yang lebih cepat dari pertumbuhan penyediaan. Permintaan yang meningkat
merupakan resultante dari peningkatan jumlah penduduk, pertumbuhan ekonomi,
peningkatan daya beli masyarakat, dan perubahan selera. Sementara itu,
pertumbuhan kapasitas produksi pangan nasional cukup lambat dan stagnan,
karena:
(a) adanya kompetisi dalam pemanfaatan
sumberdaya lahan dan air, serta
(b)
stagnansi pertumbuhan produktivitas
lahan dan tenaga kerja pertanian. Ketidak seimbangan pertumbuhan permintaan dan
pertumbuhan kapasitas produksi nasional mengakibatkan kecenderungan pangan
nasional dari impor meningkat, dan kondisi ini diterjemahkan sebagai ketidak
mandirian penyediaan pangan nasional. Dengan kata lain hal ini dapat diartikan
pula penyediaan pangan nasional (dari produksi domestik) yang tidak stabil.
Selain
itu, saat ini di Indonesia sendiri Kendala dan tantangan yang dihadapi dalam
mewujudkan ketahanan pangan nasional antara lain adalah: Berlanjutnya konversi
lahan pertanian untuk kegiatan nonpertanian, khususnya pada lahan pertanian
kelas satu di Jawa menyebabkan semakin sempitnya basis produksi pertanian,
sedangkan lahan bukaan baru di luar Jawa mempunyai kesuburan yang relatif
rendah. Demikian pula, ketersediaan sumber daya air untuk pertanian juga telah
semakin langka. Dalam kaitan ini sektor pertanian menghadapi tantangan untuk
meningkatkan efisiensi dan optimalisasi pemanfaatan sumber daya lahan dan air
secara lestari dan mengantisipasi persaingan dengan aktifitas perekonomian dan
pemukiman yang terkonsentrasi.
Selain
itu Terbatasnya kemampuan kelembagaan produksi petani karena terbatasnya
dukungan teknologi tepat guna, akses kepada sarana produksi, serta kemampuan
pemasarannya. Adalah tantangan bagi institusi pelayanan yang bertugas
memberikan kemudahan bagi petani dalam menerapkan iptek, memperoleh sarana
produksi secara tepat, dan membina kemampuan manajemen agribisnis serta
pemasaran, untuk meningkatkan kinerjanya memfasilitasi pengembangan usaha dan
pendapatan petani secara lebih berhasil guna.
Target
pertumbuhan 6,8 persen terancam tidak tercapai sebagaimana target pertumbuhan
tiga tahun pertama. Dari sisi kebijakan moneter, tampaknya tidak ada lagi ruang
manuver untuk menurunkan suku bunga guna mendorong perekonomian di tengah
meningkatnya tekanan inflasi dan kecenderungan naik atau stabilnya suku bunga
global. Yang lebih memilukan adalah perilaku para komprador pemburu keuntungan
yang selama ini kecanduan mengimpor aneka bahan pangan mulai dari beras, gula,
daging sampai buah-buahan. Karena, impor bahan pangan dapat menyengsarakan para
petani, meningkatkan pengangguran, menghamburkan devisa, dan membunuh sector
pertanian yang mestinya menjadi keunggulan kompetitif bangsa.
Dewasa
ini Indonesia mengimpor sekitar 2,5 juta ton beras/tahun (terbesar di dunia); 2
juta ton gula /tahun (terbesar kedua); 1,2 juta ton kedelai/tahun; 1,3 juta ton
jagung/tahun; 5 juta ton gandum/tahun; dan 550.000 ekor sapi/tahun.
Padahal
kondisi agroekologis Nusantara cocok untuk budi daya hampir semua bahan pangan
tersebut. Buktinya kita pernah mengukir prestasi monumental yang diakui dunia
(FAO), swasembada beras pada 1984, yang sebelumnya sebagai pengimpor beras nomor
wahid di dunia. Sebelum kebejatan moral merasuk ke tulang sumsum kebanyakan
pejabat publik dan elit bangsa ini (sebelum 1986), kita pun mampu berswasembada
gula dan jagung.
Hasil
penelitian FAO (2000) membuktikan, bahwa suatu negara-bangsa dengan jumlah penduduk
lebih dari 100 juta orang, tidak mungkin atau sulit untuk menjadi maju dan
makmur, bila kebutuhan pangannya bergantung pada impor.
Rendahnya
laju peningkatan produksi pangan dan terus menurunnya produksi di Indonesia
antara lain disebabkan oleh:
Produktivitas
tanaman pangan yang masih rendah dan terus menurun;
Peningkatan
luas areal penanaman-panen yang stagnan bahkan terus menurun khususnya di lahan
pertanian pangan produktif di pulau Jawa.
4.2 Mengapa Indonesia masih mengimpor beras dari
luar negeri ?
Penduduk
Indonesia merupakan pemakan beras terbesar di dunia dengan konsumsi 154 kg per
orang per tahun. Bandingkan dengan rerata konsumsi di China yang hanya 90 kg,
India 74 kg, Thailand 100 kg, dan Philppine 100 kg. Hal ini mengakibatkan
kebutuhan beras Indonesia menjadi tidak terpenuhi jika hanya mengandalkan
produksi dalam negeri dan harus mengimpornya dari negara lain.
Selain
itu, Indonesia masih mengimpor komoditas pangan lainnya seperti 45% kebutuhan
kedelai dalam negeri, 50% kebutuhan garam dalam negeri, bahkan 70% kebutuhan
susu dalam negeri dipenuhi melalui impor.
Faktor
lain yang mendorong adanya impor bahan pangan adalah iklim, khususnya cuaca
yang tidak mendukung keberhasilan sektor pertanian pangan, seperti yang terjadi
saat ini. Pergeseran musim hujan dan musim kemarau menyebabkan petani kesulitan
dalam menetapkan waktu yang tepat untuk mengawali masa tanam, benih besarta
pupuk yang digunakan, dan sistem pertanaman yang digunakan. Sehingga penyediaan
benih dan pupuk yang semula terjadwal, permintaanya menjadi tidak menentu yang
dapat menyebabkan kelangkaan karena keterlambatan pasokan benih dan pupuk.
Akhirnya hasil produksi pangan pada waktu itu menurun.
Bahkan
terjadinya anomali iklim yang ekstrem dapat secara langsung menyebabkan penurunan
produksi tanaman pangan tertentu, karena tidak mendukung lingkungan yang baik
sebagai syarat tumbuh suatu tanaman. Contohnya saat terjadi anomali iklim El
Nino menyebabkan penurunan hasil produksi tanaman tebu, sehingga negara
melakukan impor gula.
Penyebab
impor bahan pangan selanjutnya adalah luas lahan pertanian yang semakin sempit.
Terdapat kecenderungan bahwa konversi lahan pertanian menjadi lahan non
pertanian mengalami percepatan. Dari tahun 1981 sampai tahun 1999 terjadi
konversi lahan sawah di Jawa seluas 1 Juta Ha di Jawa dan 0,62 juta Ha di luar
Jawa. Walaupun dalam periode waktu yang sama dilakukan percetakan sawah seluas
0,52 juta ha di Jawa dan sekitar 2,7 juta Ha di luar pulau Jawa, namun
kenyataannya percetakan lahan sawah tanpa diikuti dengan pengontrolan konversi,
tidak mampu membendung peningkatan ketergantungan Indonesia terhadap beras
impor.
Ketergantungan
impor bahan baku pangan juga disebabkan mahalnya biaya transportasi di
Indonesia yang mencapai 34 sen dolar AS per kilometer. Bandingkan dengan negara
lain seperti Thailand, China, dan Vietnam yang rata-rata sebesar 22 sen dolar
AS per kilometer. Sepanjang kepastian pasokan tidak kontinyu dan biaya
transportasi tetap tinggi, maka industri produk pangan akan selalu memiliki
ketergantungan impor bahan baku.
Faktor-faktor
di atas yang mendorong dilakukannya impor masih diperparah dengan berbagai
kebijakan-kebijakan pemerintah yang semakin menambah ketergantungan kita akan
produksi pangan luar negeri. Seperti kebijakan dan praktek privatisasi,
liberalisasi, dan deregulasi.
Privatisasi,
akar dari masalah ini tidak hanya parsial pada aspek impor dan harga seperti
yang sering didengungkan oleh pemerintah dan pers. Lebih besar dari itu,
ternyata negara dan rakyat Indonesia tidak lagi punya kedaulatan, yakni
kekuatan dalam mengatur produksi, distribusi dan konsumsi di sektor pangan.
Saat ini di sektor pangan, kita telah tergantung oleh mekanisme pasar yang
dikuasai oleh segelintir perusahaan raksasa. Privatisasi sektor pangan—yang
notabene merupakan kebutuhan pokok rakyat—tentunya tidak sesuai dengan mandat
konstitusi RI, yang menyatakan bahwa “Cabang-cabang produksi yang menguasai
hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara dan digunakan sebesar-besarnya
untuk kemakmuran rakyat”. Faktanya, Bulog dijadikan privat, dan industri hilir
pangan hingga distribusi (ekspor-impor) dikuasai oleh perusahaan seperti
Cargill dan Charoen Phokpand. Mayoritas rakyat Indonesia jika tidak bekerja
menjadi kuli di sektor pangan, pasti menjadi konsumen atau end-user.
Privatisasi ini pun berdampak serius, sehingga berpotensi besar dikuasainya
sektor pangan hanya oleh monopoli atau oligopoli (kartel), seperti yang sudah
terjadi saat ini.
Liberalisasi,
disebabkan oleh kebijakan dan praktek yang menyerahkan urusan pangan kepada
pasar (1998, Letter of Intent IMF), serta mekanisme perdagangan pertanian yang
ditentukan oleh perdagangan bebas (1995, Agreement on Agriculture, WTO).
Akibatnya negara dikooptasi menjadi antek perdagangan bebas. Negara ini pun
melakukan upaya liberalisasi terhadap hal yang harusnya merupakan state
obligation terhadap rakyat. Market access Indonesia dibuka lebar-lebar, bahkan
hingga 0% seperti kedelai (1998, 2008) dan beras (1998). Sementara domestic
subsidy untuk petani kita terus berkurang (tanah, irigasi, pupuk, bibit,
teknologi dan insentif harga). Di sisi lain, eksport subsidi dari negara-negara
overproduksi pangan seperti AS dan Uni Eropa beserta perusahaan-perusahaannya
malah meningkat. Indonesia pun dibanjiri barang pangan murah, sehingga pasar
dan harga domestik kita hancur. Hal ini jelas membunuh petani kita.
Deregulasi,
beberapa kebijakan sangat dipermudah untuk perusahaan besar yang mengalahkan
pertanian rakyat. Seperti contoh UU No. 1/1967 tentang PMA, UU No. 4/2004
tentang Sumber Daya Air, Perpres 36 dan 65/2006, UU No. 18/2003 Tentang
Perkebunan, dan yang termutakhir UU No. 25/2007 tentang Penanaman Modal. Dengan
kemudahan regulasi ini, upaya privatisasi menuju monopoli atau kartel di sektor
pangan semakin terbuka. Hal ini semakin parah dengan tidak diupayakannya secara
serius pembangunan koperasi-koperasi dan UKM dalam produksi, distribusi dan
konsumsi di sektor pangan.
Dengan
sistem kebijakan dan praktek ini, Indonesia kini tergantung kepada pasar
internasional (harga dan tren komoditas). Maka saat terjadi perubahan pola-pola
produksi – distribusi – konsumsi secara internasional, kita langsung terkena
dampaknya. Kasus kedelai 2008 ini sebenarnya bukanlah yang pertama, karena ada
kasus-kasus sebelumnya (beras pada tahun 1998, susu pada tahun 2007, dan minyak
goreng pada tahun 2007). Hal ini akan sedikit banyak serupa pada beberapa
komoditas pangan yang sangat vital bagi rakyat yang masih tergantung pada pasar
internasional: beras, kedelai, jagung, gula, singkong dan minyak goreng.
Perlukah
Impor?
Pertama,
bulog mengklaim bahwa mereka mengimpor dengan tujuan mengamankan stok beras
dalam negeri. Bulog berargumen bahwa data produksi oleh BPS tidak bisa
dijadikan pijakan sepenuhnya. Perhitungan produksi beras yang merupakan
kerjasama antara BPS dan Kementrian Pertanian ini masih diragukan
keakuratannya, terutama metode perhitungan luas panen yang dilakukan oleh Dinas
Pertanian yang megandalkan metode pandangan mata.
Selanjutnya,
data konsumsi beras juga diperkirakan kurang akurat. Data ini kemungkinan besar
merupakan data yang underestimate atau overestimate. Angka konsumsi beras
sebesar 139 kg/kapita/tahun sebenarnya bukan angka resmi dari BPS. Jika merujuk
pada data BPS yang didasarkan pada Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS), konsumsi
beras pada tahun ini mencapai 102 kg/kapita/tahun. Angka ini underestimate,
karena SUSENAS memang tidak dirancang untuk menghitung nilai konsumsi beras
nasional.
Sebenarnya
kebijakan impor beras ini juga bisa menjadi tantangan tersendiri bagi petani
untuk meningkatkan produksi dan kualitas beras. Para petani dituntut untuk
berproduksi bukan hanya mengandalkan kuantitas tetapi juga kualitas. Tentunya
hal ini sedikit sulit terjadi tanpa adanya dukungan dari pemerintah. Hal ini
dikarenakan petani lokal relatif tertinggal dari petani luar negeri terutama
dalam bidang teknologi. Pemerintah harus memberi kepastian jaminan pasar
sebagai peluang mengajak petani bergiat menanam komoditas tanaman pangan.
Mengapa
Tidak Impor?
Kebijakan
yang dipilih pemerintah untuk membuka kran Impor juga mendatangkan kontra. Pada
satu sisi, keputusan importasi beras tersebut berlangsung ketika terjadi
kenaikan harga beras saat ini. Selain itu, produksi padi dalam negeri
dinyatakan cukup, dan masa panen masih berlangsung di banyak tempat. Bahkan
berdasarkan Angka Ramalan (ARAM) II yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik
(BPS), produksi padi nasional tahun ini diperkirakan mencapai 68,06 juta ton
gabah kering giling, meningkat 1,59 juta ton (2,40%) dibandingkan tahun 2010
lalu. Kenaikan produksi diperkirakan terjadi karena peningkatan luas panen
seluas 313,15 ribu hektar (2,36%), dan produktivitas sebesar 0,02 kuintal per
hektar (0,04%). Sementara itu, berdasarkan data Kementerian Pertanian, terdapat
tiga provinsi yang mencatat surplus padi, yakni Jawa Timur, Jawa Tengah, dan
Sulawesi Selatan. Surplus yang tejadi pada beberapa daerah ini tentunya dapat
dijadikan cadangan oleh Bulog dan untuk didistribusikan ke daerah lain yang
mengalami defisit.
Selanjutnya,
impor beras yang terjadi di tengah produksi berlebih menurut data BPS sekarang
ini memiliki dampak negatif yang panjang, seperti berkurangnya devisa negara,
disinsentif terhadap petani, serta hilangnya sumber daya yang telah terpakai
dan beras yang tidak dikonsumsi dan terserap oleh bulog.
4.3 Apa Peran Pemerintah dalam Memajukan
Pertahanan Pangan?
1. Memperkuat
struktur ekonomi masyarakat berbasis agribisnis dan meningkatkan peranan serta
swadaya masyarakat lokal
Strategi
umum pembangunan pertahanan pangan misal dalam hal pertanian adalah memajukan
agribisnis, yaitu membangun secara sinergis dan harmonis aspek-aspek:
(1) industri hulu pertanian yang meliputi
perbenihan, input produksi lainnya dan alat mesin pertanian
(2) pertanian primer (on-farm)
(3) industri hilir pertanian (pengolahan
hasil); dan
(4) jasa-jasa penunjang yang terkait.
Mengingat
bahwa pelaku utama agribisnis adalah petani dan pengusaha, dan tanpa adanya
insentif pendapatan mereka akan enggan menekuni agribisnis, maka kata kunci
dalam meningkatkan kinerja sektor ini adalah menciptakan insentif ekonomi yang
menunjang daya tarik agribisnis.
2. Membuat kebijakan yang dapat memperkuat
pertahan pangan
Upaya
mewujudkan ketahanan pangan nasional tidak terlepas dengan kebijakan umum
pembangunan pertanian dalam mendukung penyediaan pangan terutama dari produksi
domestik.
3. Pengembangan
inovasi teknologi seperti pengembangan Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT)
Pengembangan
teknologi guna meningkatkan efisiensi akan mencakup spektrum teknologi yang
sangat luas dari teknologi yang terkait dengan teknologi pengembangan sarana
produksi (benih, pupuk dan insektisida), teknologi pengolahan lahan (traktor),
teknologi pengelolaan air (irigasi gravitasi, irigasi pompa, efisiensi dan
konservasi air), teknologi budidaya (cara tanam, jarak tanam, pemupukan
berimbang, pola tanam, pergiliran varietas), teknologi pengendalian hama
terpadu (PHT).
3. Diversifikasi Produksi Pangan
Diversifikasi
produksi pangan merupakan aspek yang sangat penting dalam ketahanan pangan.
Diversifikasi produksi pangan bermanfaat bagi upaya peningkatan pendapatan
petani dan memperkecil resiko berusaha. Diversifikasi produksi secara langsung
ataupun tidak juga akan mendukung upaya penganekaragaman pangan (diversifikasi
konsumsi pangan) yang merupakan salah satu aspek penting dalam ketahanan
pangan.
4. Pemerintah
harus lebih memberikan dukungan dan kontribusi terhadap komoditas lokal
Kebijakan
pemerintah harus mengacu pada produksi dan konsumen dalam negeri serta suplai
pangan dalam negeri harus rutin. Harus ada teknologi yang mendukung seperti
pengaturan curah ujan, dll.
5. Menghimbau
kelompok tani yang ada di daerah memanfaatkan lumbung pangan untuk menabung
hasil panen mereka
Lumbung
pangan yang dibangun pemerintah tersebut berfungsi untuk menyimpan hasil panen
padi petani, caranya hasil panen mereka ditabung di lumbung pangan ini,
keamanan dan mutu padi atau berasnya akan terjamin. Pembangunan lumbung pangan di
setiap kecamatan di daerah .
6. Penahanan
Konversi Lahan Padi
Ada
satu paradoks yang pelik terkait lahan padi di Indonesia. Daerah yang paling
subur dan cocok untuk bertanam padi adalah di Jawa, terutama di Pantura.
Tetapi, kegunaan paling efisien dari lahan tersebut bukanlah untuk bertanam
padi, karena lebih menguntungkan jika diubah menjadi kawasan industri atau
pemukiman. Dan lagi, semakin banyak kawasan yang berubah jadi kawasan industri,
semakin menguntungkan membangun kawasan industry lainnya di Pantura (efek
aglomerasi).
Untuk
itu, banyak pihak juga yang merasa adalah penting untuk menahan laju konversi
lahan padi. Tetapi untuk itu butuh suatu langkah yang jangka panjang, seperti
membangun kawasan-kawasan industri terpadu di luar Jawa, melakukan usaha-usaha
pemerataan lainnya. Walau begitu, tampaknya opsi ini agak sulit untuk dilaksanakan
dengan alami tanpa adanya pemaksaan dari pemerintah untuk mencegah konversi
lahan.
7. Melakukan
pembiayaan Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan
Adalah
menjamin tersedianya pendanaan dalam penyelenggaraan Perlindungan Lahan
Pertanian Pangan Berkelanjutan yang diselenggarakan oleh Pemerintah, Pemerintah
Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota. Kebijakan Pembiayaan Perlindungan
Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan mengatur Pembiayaan pada keseluruhan
sistem dan proses Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan, meliputi:
perencanaan dan penetapan, pengembangan, penelitian, pemanfaatan, pembinaan,
pengendalian, pengawasan, sistem informasi, serta perlindungan dan pemberdayaan
Petani.
BAB
V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dalam
masalah ini, adanya proses impor beras dari luar negri disaat nilai produksi
beras di Indonesia mengalami surplus memang banyak menimbulkan tanda Tanya.
Seharusnya pemerintah dalam hal ini khususnya Bulog melakukan manajemen stok
yang lebih baik, bulog harus memaksimalkan penyerapan beras dari para petani
lokal. Hal ini selain dapat mengamankan stok beras juga dapat menghasilkan
pendapatan bagi petani sehingga kesejahteraan petani dapat naik. Bulog harus
lebih agresif menyerap gabah dari petani agar mereka tidak dirugikan.
Pemerintah
diharapkan dapat menggelar operasi pasar untuk menstabilkan harga. Hal ini
tentunya harus diimbangi dengan manajemen stok yang baik. Pemerintah harus
berkomitmen kuat mengatasi segala persoalan perberasan nasional secara komprehensif
dari hulu ke hilir agar tidak harus selalu bergantung pada impor.
5.2 Saran
Kita
sebaiknya sebagai warga negara yang baik lebih memilih untuk mengkonsumsi
produksi pangan dalam negeri terutama beras yang dianggap sebagai makanan pokok
warga negara Indonesia sehingga dapat terwujudnya Ketahanan Pangan Nasional
yang kuat.
• Ariani, Mewa. 2006. Diversifikasi
Pangan di Indonesia : Antara Harapan dan Kenyataan. Forum Agro Ekonomi,
Jakarta.
• Azyumardi, Azra. 2008. Pendidikan
Kewarganegaraan. Jakarta. ICCE.
• Khumaidi. 1997. Beras Sebagai Pangan
Pokok Indonesia, Keunikan dan Tantangannya. Pidato Orasi Guru Besar Ilmu Gizi.
IPB, Bogor.
• Rahaditya, R. 2010. Pendidikan
Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi. Jakarta: Pustaka Mandiri.
• Rini Ningsih. 2006. Pendidikan
Kewarganegaraan 5. Jakarta : Yudistira.
• Siagian, M. 2009. Pendidikan
Kewarganegaraan. Bervisi Global dengan Paradigma Humanistik. Vol. 2, No. 2.
• Winarno, 2010. Paradigma Baru
Pendidikan Kewarganegaraan (edisi kedua) Jakarta: Bumi Aksara.
•
http://civicsedu.blogspot.com/2012/06/ketahanan-pangan.html
•
http://matemorf.blogspot.com/2012/05/polemik-impor-beras-indonesia.html
• http://kanopi-feui.blogspot.com/2012/04/kajian-post-beras-dan-masalah-ketahanan.html
INDEKS
• Trigatra : Tiga wujud; tiga sudut
pandang; tiga aspek.
• Sanitasi : Usaha untuk membina dan
menciptakan suatu
keadaan
yg baik di bidang kesehatan, terutama kesehatan masyarakat.
• Aglomerasi : Pengumpulan atau pemusatan dl
lokasi atau kawasan tertentu.
• Diversifikasi : Penganekaragaman, usaha untuk
menghindari ketergantungan pada ketunggalan kegiatan, produk, jasa, atau
investasi.
• Liberalisasi : Kebebasan bernegosiasi antar
negara, proteksi diganti dg hukum pasar, sehingga yg kuatlah akan berkuasa.
• Monopoli : suatu bentuk pasar di mana
hanya terdapat satu penjual yang menguasai pasar.
• Oligopoli : pasar di mana penawaran satu
jenis barang dikuasai oleh beberapa perusahaan. Umumnya jumlah perusahaan lebih
dari dua tetapi kurang dari sepuluh.
• Fluktuasi : ketidaktetapan atau guncangan,
sebagai contoh terhadap harga barang dan sebagainya, atas segala hal yang bisa
dilihat di dalam sebuah grafik.
• Agribisnis : bisnis berbasis usaha pertanian
atau bidang lain yang mendukungnya, baik di sektor hulu maupun di hilir.